- Paulus Wiratno
CINTA DALAM KEANGKUHAN HATI
Rossa tidak pernah menduga jika keangkuhan hati itu bisa merobek cinta yang sudah lama terjalin. Terkadang yang namanya gengsi itu bisa menjauhkan dua hati yang sebenarnya masih saling menyayangi. Sumber masalahnya adalah ‘ego’ yang dibiarkan menguasai diri.
Seandainya setiap pasangan bisa menempatkan ego di laci almari, atau mengubur ego di belakang rumah, kemungkinan besar ada banyak cinta dalam pernikahan yang bisa diselamatkan. Namun sayang penyesalan selalu terjadi di ujung kehidupan. Setelah semua terluka baru muncul kesadaran “Sesungguhnya aku masih cinta. Sesungguhnya aku masih sayang. Yang terjadi dalam cinta kita. Karena angkuh hati”. (Kata Lagu Hati Yang Terpilih)
Tidak semestinya dua cinta yang pernah terajut menjadi satu harus kandas dan berakhir dalam tangisan penyesalan. Lalu untuk apa menyisakan cinta untuk dia yang sudah menjadi milik orang lain? Untuk apa menyayangi orang yang sudah berpindah hati? Percuma saja berakata “Hanya aku yang persis merasa. Bunga cinta masih harap cemas. Walau ada yang lain telah hadir. Hati mu yang terpilih.
Jangan salahkan nasib jika hati ini harus berbalut air mata. Jangan bertanya pada rumput yang bergoyang jika hidup harus diakhiri dengan benci. Setiap orang harus memilih, mengampuni dia yang telah ke lain hati. Atau menyesali dengan ditemani cinta yang berubah jadi benci. Yang ada hanya rasa dan angan “Jika hati boleh memilih
Ingin ku sapa diri mu di hati. Akhir kita apa terjadi. Hanya hati kita yang menjawab. Rasa cinta ku dalam benci.
Renungan ini terambil dari lagu yang sering menemani sinetron ‘Cinta Suci’. Ada banyak pelajaran tengang arti kesetiaan, cinta, keangkuhan dan ketidak berdayaan anak manusia saat berjumpa dengan perbedaan, harapan, keangkuhan dan kebencian yang sering menyertai perjalanan cinta. Semoga semua pembaca sadar, bahwa cinta yang sebenarnya tidak pernah membenci apalagi menyimpan sakit hati.
